Membangun karakter anak melalui
permainan tradisional
Salah satu anugerah terbesar
kehidupan yang hadir di tengah-tengah kita adalah hadirnya
seorang anak. Mereka memiliki dunia tersendiri yang menawarkan
kepolosan yang menggugah, rasa ingin
tahu yang besar, kegembiraan, kedamaian, tantangan untuk menjelajah serta
lumbungkreativitas yang kaya. Karena
itulah, secara alamiah dunia anak memiliki pesona tersendiri yang mengundang ketertarikan banyak kalangan.
Salah satu pihak yang jeli melihat peluang untuk memanfaatkan momentum masa kanak-kanak adalah para
pedagang yang menghadirkan permainan yang
bernuansa konsumtif. Sayangnya, alat-alat permainan dewasa ini ditawarkan tidak
mendorong anak menjadi seorang
kreator tetapi lebih menggiring anak menjadi operator
Kemajuan
teknologi yang semakin pesat juga mempengaruhi aktivitas bermain anak.
Sekarang, anak-anak lebih sering bermain permainan digital seperti video
games, Playstation (PS), dan games online. Permainan ini dimainkan
menggunakan peralatan yang canggih dengan teknologi yang mutakhir, hal ini berkebalikan dengan permainan tradisional. Kesan modern
pada permainan digital tidak hanya melekat pada peralatan yang digunakan saat
bermain, tetapi juga bagaimana cara memainkannya. Permainan digital dimainkan
di dalam ruangan yang nyaman karena pada umumnya berAC, misalnya di tempat
bermain seperti timezone atau di warnet. Hal
ini tentu saja berbeda dengan permainan tradisional yang pada umumnya dimainkan
di lapangan atau di halaman, kadang saat bermain anak kepanasan.
Kesan modern
ternyata tidak selamanya berdampak positif. Fenomena yang terjadi akhir-akhir
ini, permainan digital berdampak buruk pada anak. Di berbagai media baik cetak
maupun elektronik saat ini, marak diberitakan tentang berbagai dampak permainan
digital pada anak, khususnya games online. Contohnya bolos sekolah. Hasil penelitian Fakultas Kedokteran
Universitas Hanover Jerman telah menemukan bahwa games online bisa
menyebabkan seseorang mengalami kepribadian ganda. Hal ini diperoleh berdasarkan penelitian
pada seorang wanita yang bermain games online setiap hari selama tiga
bulan, dengan memainkan beberapa tokoh yang berbeda. Ternyata, tokoh-tokoh
imajinasi itu mengambil alih kepribadiannya, sehingga wanita tersebut
kehilangan kendali atas kontrol identitas dan kehidupan sosialnya (Renggani,
2012).
Sebenarnya bangsa Indonesia memiliki
permainan anak yang kaya akan nilai dan berdasarkan hasil penelitian permainan
anak tradisional dapat menstimulasi tumbuh kembang anak, bahkan dapat digunakan
sebagai sarana edukasi pada anak.
Kurniati, 2011
dalam penelitiannya menunjukkan bahwa permainan anak tradisional dapat
mestimulasi anak dalam mengembangkan kerjasama, membantu anak menyesuaikan
diri, saling berinteraksi secara positif, dapat mengkondisikan anak dalam
mengontrol diri, mengembangkan sikap empati terhadap teman, menaati aturan,
serta menghargai orang lain.
Interaksi
dengan teman sebaya penting bagi perkembangan sosial anak selama masa kanak-kanak
pertengahan (Steinberg & Belsky, 1991, h.391). Saat berinteraksi dengan
teman sebaya, anak belajar cara mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya
secara efektif kepada orang lain. Menurut Santrock
(2002, h.268) teman sebaya (peers) ialah anak-anak yang tingkat usia dan
kematangannya kurang lebih sama. Menurut Hurlock (1978,
h.325) pola permainan yang dapat mendukung perkembangan
sosial anak adalah pola permainan yang bernuansa sosial, yaitu pola permainan
yang melibatkan interaksi dengan teman-teman sebaya. Suasana tersebut dapat
ditemui dalam permainan tradisional. Permainan tradisional dapat memberikan
alternatif yang berbeda dalam kehidupan anak. Dharmamulya (Ariani, 1998, h.2)
menyebutkan bahwa ada beberapa nilai yang terkandung dalam permainan
tradisional yang dapat ditanamkan dalam diri anak antara lain rasa senang,
adanya rasa bebas, rasa berteman, rasa demokrasi, penuh tanggung jawab, rasa
patuh dan rasa saling membantu yang kesemuanya merupakan nilai-nilai yang
sangat baik dan berguna dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa permainan tradisional dapat memberikan
dampak yang sangat baik dalam membantu membangkan keterampilan emosi dan sosial
pada anak.
Oleh karena itu anak memerlukan ketrampilan yang dapat mendukungnya dalam
berhubungan dengan teman sebaya. Ketrampilan untuk menjalin hubungan dengan
teman sebaya biasa disebut dengan kompetensi interpersonal.
Howe (2010, h.131)
menyebutkan bahwa anak yang memiliki kompetensi sosial cenderung memiliki teman
yang banyak dan populer di dalam kelompok sosialnya. William dan Solano (Baron
& Byrne, 1991, h.281) mengatakan bahwa individu dengan kompetensi
interpersonal rendah, kurang mampu untuk memulai hubungan interpersonal dan
meskipun sudah memiliki hubungan interpersonal tapi individu tidak mampu
mengembangkan hubungan tersebut menjadi hubungan yang akrab dan menyenangkan.
Media pembelajaran
yang alamiah tersebut, justru telah hadir ribuan tahun yang lalu, yang diangkat
dari sinergisitas antara tradisi budaya dan alam. Permainan Tradisional (misalnya, Kaulinan Murangkalih, dari suku Sunda
sebagai salah satu contoh budaya di Indonesia), merupakan salah
satu cerminan dari identitas nilai-nilai yang mewarnai kehidupan masyarakat
Berdasarkan uraian di
atas, pelestarian permainan tradisional penting untuk dilakukan dengan cara
memperkenalkan dan memainkan
permainan tradisional bersama anak, disertai dengan upaya penyadaran kepada
pihak-pihak terkait khususnya orang tua akan bahaya games online pada
anak karena orang tua adalah pihak yang paling dekat dan paling
bertanggungjawab terhadap anak, yang seharusnya memiliki waktu paling banyak
bersama anak dengan perhatian dan kasih sayangnya.